Labels

Oct 29, 2016

Labirin Asa Tanpa Muara

Aku memandang
berharap menatapmu melintasi biruku
sejenak tersesat
di antara labirin asa tanpa muara

Coffee shop ini masih sepi. Tapi kepalaku begitu hingar bingar dengan kenangan tentangmu. Selalu begitu, coffee shop, atau bahkan secangkir kopi hitam tanpa gula yang begitu sederhana, akan mengingatkanku padamu.


Seharusnya, siang ini kita bertemu. Langit Singapura nampak murka mendengar batalnya pertemuan kita. Hitam, dan berselubung gemuruh petir menggelegar. Aku tahu, sebentar lagi, langit akan meluapkan emosinya dalam ribuan butiran hujan.

Tapi hatiku kering. Tak ada emosi. Aku bahkan tak tahu apa yang kurasakan.

"Aku mendadak ada perjalanan dinas ke KL. Maaf ya. Aku usahain kembali secepat mungkin."

Tak ada yang salah pada pesan itu. Kecuali, bahwa isinya menimbulkan kecewa dan tanya di hatiku. Benarkah ada meeting? Adakah kamu menghindar dari aku? Atau apa?

Tapi bertanya-tanya mengenai kamu, sama melelahkannya dengan menghindari kamu.Kamu adalah adanya kamu. Iya berarti iya dan tidak berarti tidak. Tak perlu ada penjelasan jika kamu tak merasa perlu menjelaskan. Dan di sanalah tanyaku terjebak.

Kopiku mendingin. Kecamuk di kepalaku tak juga reda. Lalu aku mau apa? Karena bertanya pun rasanya tak akan ada gunanya.

Kulempar pandangku ke luar jendela. Masih berharap ada keajaiban. Malaysia Singapura tak jauh bukan? Well... tetap dibutuhkan paling tidak 3 jam untuk dia bisa mencapai cafe ini. Terhitung dari saat ia selesai meeting, yang bahkan aku tak tahu kapan.

Kupandangi ponselku. Lalu kuketik jawabanku di sana. "Nanti sore aku terbang kembali ke Jakarta."
Tidak, itu bukan untuk memaksamu datang, tapi itu lebih untuk menggoreskan kecewaku. Juga menitipkan pesan tersirat, bahwa sepenting itu lah kamu bagiku. Di waktu yang seharusnya begitu sempit ini, kuluangkan hariku untukmu. Yang berakhir sia-sia.

Kutelan kecewaku. Kupadamkan harapku. Padahal, sejenak.. hanya sejenak, aku ingin sekali bertemu kamu, tenggelam di teguhnya sorot matamu, bersandar tanpa perlu mengkhawatirkan apapun.

Tanpa daya, aku bangkit. Meninggalkan cafe yang mendadak seakan berselimut senyap. Lalu apa? Entahlah. Lalu kita ikuti saja langkah hidup kita.

No comments:

Post a Comment