Labels

Nov 19, 2012

Butterfly in my stomach

"Hai, pagi.."

Aku bersandar di pintu ruang kerjanya. Dia baru balik dari Pontianak. Seminggu di sana, dia kelihatan sedikit kurus.

Dia bangkit dari kursinya. "Pagi.." Seperti biasa, dia bersandar di ujung meja. Santai...dan maskulin,

Dua detik... hanya dua detik..kami beradu pandang. Seketika kupu-kupu di perutku menari liar. Aku tahu, aku merindukannya. Seminggu tanpa dia...ternyata aku merasa kehilangan.

"How's life?" Dia mencairkan dua detik yang terasa seperti dua abad itu.

Aku tersenyum. "Baik-baik aja."

Dia mengangguk. "Dimas. Masih mengganggu?"

Aku mengeluh dalam hati. Cerita yang sudah berkarat saking lamanya, tapi rupanya masih juga bikin dia kuatir. Aku malas menjawab. Jadi kugelengkan saja kepalaku.

"Aku balik ke meja dulu." Aku tersenyum. Semanis mungkin.

Dia mengangguk. Masih bersandar di ujung meja, saat aku beranjak pergi. Dan aku tau, dia masih akan di sana untuk beberapa saat. Selalu begitu.

Sebenarnya, yang berkecamuk di hatiku tak sesederhana percakapan kami pagi itu. Sapa manis setelah beberapa hari tak bertemu, biasanya berakhir dengan gempa bumi di hatiku. Senyumnya, sorot matanya...semua membuatku jungkir balik.

"Oleh-oleh.."

Dan aku terkesiap, melihatnya muncul begitu saja, meletakkan sebuah kotak di hadapanku. Belum sempat aku bereaksi, dia sudah berlalu pergi.

Mataku terpaku pada kotak itu. Ingin rasanya aku menariknya kembali ke mejaku, untuk sekedar bertanya : apa ini?
Tapi di sisi lain, aku tak berani mendengar jawabannya. Tak berani mendengar kenyataan bahwa bisa saja aku tak sepenting itu baginya, tidak sepenting ia bagiku.





No comments:

Post a Comment